| Sabulan | untuk semuanya |
Kota Pangururan di pulau Samosir adalah tempat Opung membesarkan bokap dan adik-adiknya. Tetapi tempat asal leluhur dan rumah kelahiran bokap letaknya di Sabulan. Untuk mencapai Sabulan, kita harus nyeberang ke pulau Sumatra dengan boat sekitar 30 menit dari desa Mogang.
Di sana masih tersisa rumah Opung yang sekarang dikontrakkan ke guru desa, dan rumah Opung buyut yang dulu pernah merangkap jadi perpustakaan. Cailah, gaya pisan masa tahun 1950-an opung buyut sudah hobi membaca, hehe.
Di Sabulan sekarang sudah ada listrik. Untuk air buat mandi, cuci, dlsbg dipompa dari danau. Tapi sampai sekarang belum ada jalan untuk mobil, jadi kemana-mana harus jalan kaki.
Seperti yang udah direncanakan, kami bergereja di HKBP Sabulan. Jaraknya sih paling cuma 1-1,5 km dari rumah tapi kemiringannya itu loh, nanjak banget. Baru sepertiga jalan semua dah ngos-ngosan. Mana jalannya masih tanah berbatu-batu, dan gue pake sepatu hak. Saltum banget. Andai pake celana pendek dan sepatu hiking pasti enak banget nih, seandainya kutau...
Kami pun melalui minggu pagi itu di gereja Sabulan. Suasananya sederhana sekali. Tapi malah bikin tambah khusuk. Rasanya ada sesuatu yang beda di tengah-tengah kesederhaan ini. Ini tempat dimana mungkin 3/4 dari permasalahn hidup gue sehari-hari di Jakarta menjadi gak berarti.
Ga musingin kecepatan internet.
Ga mikirin harga bensin.
Tidak mengenal kemacetan.
Apa itu Century?
(sekolah HKBP Sabulan; view-nya gak nahan)
Asal ada yg bisa dimakan, ada pakaian dan tempat tinggal saja cukup.
Siangnya, pulang dari gereja, seluruh keluarga ngumpul di rumah Opung buyut dan makan bersama hampir seluruh kampung, beserta bapak dan ibu pendeta. Makanannya juga sederhana banget, nasi dan saksang (gulai babi) tok. Ada hidangan ayam untuk yang gak makan babi. Lainnya gak ada. Rasa saksangnya beda dengan yang di Jakarta. Kering dan gak enak. Rasanya gak selera banget, pengen ga usah makan aja. Tapi melihat muka-muka nikmat sodara-sodara yang lain menyantap makanan yang disajikan, hati jadi trenyuh. Akhirnya nasi dan lauk di piring pun habis juga, dibantu tempe kering punya ponakan gue.
Sabulan... sabulan... tempat asal muasal leluhur gue.
(anak-anak di Sabulan)
Gue gak lahir di tempat ini. Ngunjunginnya aja jarang banget. Tapi entah kenapa, selalu bikin kangen untuk didatangi.
Dulu gue gak terlalu peduli dengan kenyataan kalau gue orang Batak dan punya budaya Batak yang super njlimet. Sampai gue mengenal seorang dosen yang ngajak gue untuk bikin skripsi tentang Batak. Di tengah perjalanan kita ngubek-ngubek Medan dan Balige, dia mengatakan:
"Saya gak pernah tau di mana leluhur saya berasal. Mungkin ketidaktahuan akan akar itu yang bikin saya tertarik dengan berbagai macam budaya di Indonesia".
Sejak itu gue memandang ke-Batak-an gue dengan cara pandang yang berbeda. Sejak itu jadi bersyukur, gue bisa tau nama-nama leluhur gue, bahkan sampai 3-4 generasi di atas gue. Bahkan gue bisa menjejakan kaki ke tanah tempat opung sampai bokap gue dilahirkan.
Sabulan...
(rumah Opung tepat di pinggir danau)
Kata kunci: vacations
Sebelumnya: Emang Kenapa Kalau Jadi Supir?Selanjutnya : Bintang Infotainment Favorit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar